Dianggap gila? Dianggap Sok Pintar? Dianggap Gak realistis?
Menurut saya, saya adalah orang yang demikian. Bayangkan saja, jelas-jelas saya itu sudah dipastikan akan menjadi PNS Kementerian Keuangan yang notabene pasti fasilitas yang berlimpah, tunjangan yang terjamin, dan kepastian pekerjaan yang ada. Sesungguhnya apa yang saya ragukan lagi? Semua serba pasti sekarang.
Inilah masalahnya, saya merasa karena serba pasti, saya melewatkan beberapa hal yang saya sendiri tidak tahu apa yang saya lewatkan. Benar-benar hal yang membingungkan. Saya tahun ini jika sesuai rencana lulus dari diploma 3 Administrasi Perpajakan dan instansi yang dituju adalah Direktorat Jenderal Pajak.
Berdasarkan pengalaman kakak kelas, mereka wisuda bulan Oktober 2011, lalu entah bebas melakukan apa saja, diangkat CPNS Oktober 2012, dan April 2013 baru penempatan, prajab dahulu baru dapat diangkat PNS golongan 2C.
Mungkin untuk lulusan s1 Akuntansi, semisal, lulus paling cepat Februari 2012, lalu mereka magang di beberapa tempat, atau malah yang fresh graduate mendaftar CPNS pada bulan Juli 2012 dan sama saja prajab 2013.
Bayangkan sama-sama 2013 diangkat jadi PNS, untuk diploma dengan 2c dan s1 dengan 3A. Rasanya terlihat tidak adil, bukan?
Diploma boleh kuliah setelah 2 tahun, yaitu semisal Juli 2015 untuk s1, kuliah setahun paling cepat. 2016 baru mendapat golongan 3A. Bandingkan pada lulusan s1, waktu 3 tahun bisa mereka gunakan untuk lanjut ke s2. dan mereka langsung terbang ke atas golongannya.
Lalu kita balik saja, atau kita buat enak.
Diploma lulus/wisuda Oktiber 2011, penempatan April 2012, dan lalu melanjutkan kuiah pada Juli 2014. Yah, beginilah keadaanya, selisihnya hanya setahun,memang tapi ya mungkin berpengaruh tentunya kepada faktor psikis.
Sebetulnya malas juga berencana, saya hanya ingin menikmati hidup tapi bukan untuk bersantai, Jadi bekerja untuk bersantai. Saya ingin bekerja atau melakukan suatu pekerjaan dan menganggap itu sebagai suatu bentuk ajang pemuas diri, bukan pemaksaan diri bahkan beban. Saya hanya merasa dengan saya sekarang ini bayangan saya adalah hanya sebagai pesuruh dan 'babu negara' yang menerima apa adanya. Apalagi setelah mendengar jawaban pembicara di Stan Carreer tadi siang, mereka berbicara panjang lebar dan intinya cuma satu, menerima.
Ketika ada peserta yang bertanya, ketika passion kita bukan di kemenkeu bagaimana?
Jawabannya saya simpulkan ada dua
1. Menerima, karena berpikiran, saya bukan orang yang seidealis itu melepaskan pekerjaan ini begitu saja, Saya masih bertahan di sini dan sanggup bekerja. Yeah, walau tidak maksimal
2. Ya keluar, saya berani ambil resiko. Jadi ketika saya memilih idealisme saya, pasti ada yang saya harus korbankan.
Ya, jawabannya cukup dua,tapi sebagai orang dewasa, banyak pertimbangan tentunya.
Begini saudara-saudara, yang bisa saya sampaikan adalah ketika kamu bekerja di wilayah birokrasi, kamu akan merasa birokrasi ini bertele-tele, tetapi memang begitu demikian, harus bertahan karena kamu sudah konsekuwen, apalagi yang lulusan s1 yang dari luar. Pasti kaget dengan sistem seperti ini.
Tapi kalau kalian mau ambil resiko untuk bukan masalah, asal kalian tanggung jawab dengan pilihan kalian. Melihat peluang dan realitas mungkin perlu, ya. Termasuk melihat umur.
Sebetulnya, yang ingin saya ceritakan adalah saya bukan tidak suka dengan mata kuliah yang ada di sekolah kedinasan, Saya tipikal orang yang menyukai hal baru dan mau mencoba. Tetapi yang saya tidak suka adalah sistem di birokrasinya. Bayangkan ketika kamu akan visit company dengan biaya sendiri, hanya dengan meminta surat keterangan tugas dari sekolah beres, tapi tidak semudah itu. Kalian harus memintanya dengan surat permohonan juga. Karena surat akan dibalas dengan surat. Oh My God. Pendidikan saja harus lewat birokrasi yang sulit.
Padahal bisa saja saya menulis di suatu buku atau juranl permintaan pembuatan surat. saya di SMA, mau lomba apapun sangat dipermudah. Sayarasanya ingi menggorok leher orang tersebut. Errgghh.
Saya bukan tidak suka dengan pelajarannya tapi lingkungan teman-teman saya, tidak ada kompetitif di sini, tidak ada diskusi, tidak ada adu argumen, tidak ada silang pendapat, tidak ada yang bisa diributkan. Terlalu statis kampus saya ini. Hanya kepanitiaan, sya lebih senang jika da kajian kelimuan daripada kepanitiaan karena setiap saya daftar kepanitiaan sya ditolak karena saya terlalu lugas dan jujur terhadap suatu hal dan mereka tidak dapat menerima kelugasan saya.
Kajian keilmuan menurut saya penting, hanya ingin adu argumen. Cukup bangga denga teman-teman saya yang menang juara lomba Akuntansi untuk STAN, bangga karena mereka mau berjuang untuk kampusnya yang tidak mendukung sama sekali. Saya dari SD memang tidak suka dengan aktivitas berbau tes akademik seperti itu, karena saya tidak pernah mendapat kesempatan itu. Saya cuma dapat tugas mengatur orang dan mengatur suatu organisasi. Kalaupun ada kompetisi ya, kompetisi non akademik. Debat, pidato, story telling, ataupun yang langsung praktik. Haha, saya tidak saya termasuk golongan pintar tidak? Karena bisa saja nilai saya bagus, tetapi tidak terlalu minat akan hal itu. Itu hanya karena saya ingi lulus, bukan karena saya ingin belajar.
saya ingin belajar tidak melalui text book, saya ingin belajar dengan sharing pengalaman teman-teman. saling memberikan pendapat. Apakah saya tergolong bodoh ya? sampai-sampai yang menang lomba Akuntansi tidak pernah berbagi pengalaman kepada saya?
apakah saya terlalu apatis? Padahal saya sudah berusah semaksimal mungkin berbicara kok. Beneran. tetapi tetap tidak pernah tertarik untuk ikut lomba Akademik seperti itu. Harusnya bisa, tapi tidak minat. Saya lebih suka yang spik spik tapi tidak ada yang mengembangkan hal itu di sini. Kalau pun saya bicara saya tidak ada dasar untuk berbicara, ilmu saya masih cetek atau dangkal.
Saya merasa serba salah sebenarnya. Apa sih yang sudah saya lakukan selama tiga tahun ini selain IP di atas cumlaude? Emang itu ngefek yah? Emang itu apaan? Cuma lulusan d3 yang pasrah gak dibutuhin sama negara. Cuma lulusan d3 yang mau menerima apa adanya , gak dibutuhin negara. Lulusan d3 yang penting duduk di kelas, mau dengerin dosen bicara atau tidak, gak pantes sekalipun jadi abdi negara, babu negara aja masih dipertimbangin tuh. Nanti malah jadi beban negara. Lulusan d3 yang cuma yang penting absen walau kamu tidak mendapatkan apapun dari kuliah hari itu, lulusan d3 yang masuk telat dan masuk tanpa membawa tas, ternyata IP kamu 4.5, emang orang seperti kamu dibutuhin negara? IP kamu cumlaude, tapi kamu gak punya yang namanya attitude itu nihil. Kamu merasa hebat dengan nilai attitude sekian?
Kasihan sekali negara mendapatkan orang-orang seperti ini? Kasihan ya, negara mendapatkan orang-orang seperti aku?
Duh, jadi curhat yak? Inilah Indonesia, menilai segala sesuatu hanya dari nilai. Emang sih yang nilainya tinggi biasanya rajin-rajin, tapi memang benar they are really good slave,
#ini menohok aku banget sebenarnya, karena aku juga menjalaninya sendiri. Tapi inilah yang terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar