Senin, 06 Mei 2013

Apa guna ada mobil


Mobil buat apa coba? kalau hanya dikendarai sekali dalam setahun. Punya mobil menaikkan derajat kamu, Pak, Bu? Mau nganter anaknya harus pakai mobil sendiri. Toh saya pun sama sekali tidak berminat untuk menghadiri kegiatan apapun pakai mobil? Lihat tetangga sebelah pakai mobil, terus pengin. Udah kayak anak kecil aja. Sudah lah, Bapak bapak Ibu ibu. Untuk apa sih berhura hura? saya sudah tidak konsen di sini lagi? saya hanya butuh modal. Kalau saja saya lebih berani, seharusnya saya keluar dari awal. Tetapi semua sudah terlanjur, tidak ada yang bisa diperbuat selain mengeluh. Orang-orang mencoba untuk menutup kegalauan hatinya. Namun, saya tidak bisa. Saya terlalu ekspresif menyampaikan kegundahan hati. Semua orang bisa jadi sasaran kemarahan. Jadi orang yang pemarah, sensitif, gak teratur, ogah an, pecundang, gak tepat waktu, banyak alasa, grusa grusu, ceroboh, mudah terbawa suasana, mudah emosik, mudah dipancing marahnya, mudah tergoda hal baru, mudah goyah, gampang dibohongi. Itulah saya. Kelemahan yang saya miliki, tapi satu yang saya punya saya sendiri. Selama nafas ini milik Tuhan, maka itu terserah saya melakukan apa punterhadap nyawa saya. Di luar kekuasaan saya, saya hanya berharap pada nyawa yang satu ini.


Nyawa rapuh yang tidak kuat menyangga kaki sendiri, nyawa pucat yang tidak mampu membuat orang bahagia. Mayat hidup yang hanya minta kasihan orang tua. 

oK, ganti topik. Saya tidak berniat untuk ikut wisuda, walaupun itu gratis. Saya tidak suka merayakan ulang tahun, hari besar apapun yang berlebihan, termasuk kelulusan. Lulus lulus saja sih, tidak perlu dirayakan, memberatkan beban orang tua saja. Saya tidak butuh perayaan , saya butuh transkrip nilai. Kalau dunia ini hanya butuh diri sendiri untuk hidup tanpa dokumen, saya tidak aka benar benar berharap pada dokumen, Namun, sekarang dunia serba ada bukti coy, Jadi ijazah itu penting. 

Kalau orang-orang itu merasa bangga dengan pencapaian ini,dengan mengundang orang tua atau wali, saya tidak demikian. Saya cukup dengan syukuran aja lumayan. Saya tidak punya uang cukup membawa orang tua saya ke sini. Ngasih aja susah, mau ngrepotin. Gak usah lah ya Bu, Pak, maksa ikut wisuda, saya aja gak pengin. Kalu tetep maksa ikut. Silakan ikut saja tanpa saya. Saya bukan tipikal penggembira semu. 

Saya tidak bisa membayangkan wajah orang tua mereka yang merasa bangga tetapi anaknya sendiri do nothing before. Sangat disayangkan, Saya malu saya belum memberikan apa apa. Saya ingin melakukan sesuatu yang bisa membanggaka dulu baru orang tua saya dapat melihat jerih payah saya. Apa yang saya lakukan di sini? makan, main, motor motoran, tidur, makan, main, motor motoran. I have not done anything. Jadi, mohon Pak, Bu jangan maksa saya iktu wisuda. Please, saya sedih, saya belum kasih apa-apa, pak. Mending uangnya buat yang lain saja. yang menurt saya itu lebih penting. Karya lbh penting daripada perayaaan. 

Saya mau curcol ke seluruh dunia, dalam lubuk hati terdalam, saya tidak ingin ikut wisuda. :)

Selamat malam dunia. dan semoga saya masih bisa bertemu matahari :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar